Sepenggal Kisah Agrisoft-Systems
January 12, 2012 Leave a comment
Sore itu, kami pulang seperti biasa, jam 5 petang. Mengendarai motor kami masing-masing hingga sampai ke rumah. Aku istirahatkan sejenak tubuhku yang lelah. Menyapa orang tua, kemudian pergi melihat kamarku. Adzan maghrib terdengar dengan lantang, pertanda sore ini t’lah berakhir.
Sesaat setelah adzan berkumandang, handphone ku berbunyi. Aku lihat, tertulis ‘Bu Ira’, salah satu nama penting dalam HP ku. Beliau adalah istri dari Pak Armin, Boss atau Pimpinan Perusahaan Agrisoft-Systems. Sebuah perusahaan dimana aku bekerja di dalamnya. Segera saja aku angkat panggilan telepon itu.
Alam : Haloo.
Suara dlm telp : Halo, mas Alam.
Alam : Iya, gimana Bu?
Suara dlm telp : Ini Dinar mas. Mas bisa ke kantor sekarang?
Alam : Bisa. Ada apa mbak?
Dinar : Pak Armin koma mas.
Alam : Lho kena apa mbak?
Dinar : Aku juga ga tau mas. Pak Armin koma.
Alam : Serius mbak, tenanan?
Dinar : Iya mas, udah ga ada nafas e kie.
Alam : Oo ya mbak, ya mbak, aku kesitu sekarang.
Dinar : Sekalian kasih tahu teman-teman yang lain ya mas.
Alam : Iya mbak.
Telepon aku tutup.
Seperti perahu yang terancam badai, seperti mobil yang mogok di tengah rel kereta api. Perasaan bingung menyelimutiku seketika. Saat itu, aku hanya berpikir bahwa Pak Armin butuh bantuan, harus segera dibawa ke rumah sakit. Dan semua karyawan beliau diharapkan datang.
Pesan mbak Dinar segera aku sampaikan. Aku telepon dua orang teman sekantor, Beta dan Eko. Sedangkan teman-teman yang lain aku sms. Berikut isi dari sms yang aku kirim.
Note: Jam yang tertera itu bukan jam kirim sms, melainkan jam ketika gambar HP itu diambil.
Segera aku bersiap dan bergegas ke kantor. Belum sempat memakai jaket, HP ku berbunyi lagi. Kali ini dari Chandra, teman sekantor juga.
Alam : Halo
Chandra : Halo mas.
Alam : Ya. Piye Jeng?
Chandra : Kowe ameh nang kantor ra?
Alam : Iyo iki lagi ameh mangkat. Piye?
Chandra : Le jare mbak Dinar, Pak Armin meninggal. Iki mau aku bar telepon mbak Dinar.
Alam : oohh..
Terdiam seketika. Tak tahu mau bicara apa. Hanya mengucapkan Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un dalam hati.
Alam : Ya ya, yawes ayo gek mangkat.
Chandra : Iyo mas, aku wes nang ndalan menuju kantor.
Alam : Ya ya.
Telepon aku tutup dan meluncur ke kantor. Aku masih belum percaya kalau Pak Armin meninggal. Sesampai di kantor, terlihat sepi, hanya pintu gerbang kantor masih terbuka dan seorang bapak-bapak yang juga ingin masuk. Aku tersenyum ke bapak itu, kemudian memarkirkan motorku. Lalu aku sapa bapak itu.
Aku tanya, “Madosi sinten, Pak?”
“Jare wonten sripah nten mriki?”, sahut bapak itu.
Dari sini, aku hanya meng-iya-kan jawaban bapak itu.
‘Nggih, monggo pak mlebet”, jawabku.
Tapi bapak itu sepertinya masih enggan untuk masuk. Aku pun masuk sendiri. Langsung menuju ke atas, ruang kerja Pak Armin. Terlihat beberapa orang dengan wajah bersedih di depan ruang kerja. Aku tak ingat mereka siapa saja. Lalu ada yang mempersilahkan aku masuk, “Masuk saja Mas, sebelah sana”.
Aku masuk ruang kerja beliau. Terdengar suara isak tangis. Di samping ruang kerja, ada tempat tidur yang biasa digunakan untuk istirahat. Orang-orang terdekat Pak Armin berada di situ, tak terkecuali Bu Ira, mbak Dinar, dan mas Agung.
Aku hanya bisa terdiam. Pak Armin tertidur tak bergerak, terbujur kaku tak bernafas. Di sampingnya ada Bu Ira yang tak kuasa menahan tangis, dan kerabat terdekat lainnya.
Pak Armin sudah tiada. Sosok pemimpin sekaligus seorang bapak bagi kita semua, telah meninggalkan kita, meninggalkan dunia untuk selamanya.
Selamat jalan Pak Armin. Semoga amal ibadah mu diterima dan diampuni segala dosa-dosa. Semoga engkau bahagia di surga, di sisi Nya. Aamiin . .
Yogyakarta, 12 Januari 2012 21:10 PM